Notification

×

Iklan

Iklan

Kekhawatiran Masyarakat Batu Beriga terhadap Rencana Pembangunan PLTN

Sabtu, 22 November 2025 | November 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-22T10:54:22Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/dok. pribadi

Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Pulau Gelasa telah memicu diskusi baru tentang pembangunan energi di Indonesia. Namun, di tengah perbincangan mengenai ketahanan energi dan upaya memperbarui infrastruktur, suara-suara ketidakpuasan dari komunitas Batu Beriga, yang berada di garis depan dampak proyek ini, mulai muncul. Kekhawatiran mereka tidak hanya bersifat emosional, tetapi berbasis pada pengalaman hidup, kondisi sosial ekonomi, dan kurangnya akses informasi yang seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah.


Batu Beriga merupakan desa yang bergantung pada sumber daya laut. Lautan bukan hanya sumber mata pencaharian, tetapi juga ruang budaya, identitas komunitas, dan dasar keberlangsungan generasi mendatang. Ketika masyarakat mendengar rencana pembangunan PLTN tidak jauh dari area penangkapan ikan, timbulnya kekhawatiran adalah hal yang wajar. Mereka membayangkan kemungkinan penurunan populasi ikan, perubahan arus laut, dan risiko pencemaran yang dapat merusak ekosistem. Pengalaman dari lokasi lain yang menghadapi dampak negatif akibat industri besar memperkuat pandangan bahwa proyek-proyek berskala besar seringkali menghadirkan lebih banyak risiko bagi masyarakat pesisir kecil dibandingkan manfaat.


Janji-janji terkait ekonomi yang disampaikan sebelumnya belum mampu meyakinkan masyarakat. Para warga merasa bahwa peluang kerja yang ditawarkan oleh PLTN tidak mudah diakses oleh mereka. Kebutuhan akan tenaga ahli dan keterampilan teknis yang tinggi menunjukkan bahwa kemungkinan besar posisi yang ada akan diisi oleh pekerja dari luar daerah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka hanya akan menanggung dampak negatif, sementara manfaat ekonominya akan dinikmati oleh pihak lain. Pertanyaan sederhana pun muncul “Jika kami tidak mendapatkan manfaat, untuk apa kami harus menanggung risiko ini? ”


Sosialisasi yang kurang baik memperlebar kesenjangan ketidakpercayaan tersebut. Proyek besar seperti PLTN seharusnya dikomunikasikan melalui diskusi publik yang mendalam, jujur, dan terbuka. Namun, kenyataannya, banyak masyarakat merasa tidak terlibat secara signifikan. Informasi yang diterima cenderung sepihak, terbatas, dan belum menjawab pertanyaan mendasar mengenai keselamatan, dampak lingkungan, serta mekanisme perlindungan sosial. Ketika warga tidak mendapatkan kesempatan untuk bertanya, meragukan, atau memberikan opini, mereka merasa diabaikan sebagai bagian dari proses pembangunan. Ketidakpastian ini justru menimbulkan kecemasan dan mendorong penolakan.


Kondisi sosial di desa pun mulai terfragmentasi. Ada kelompok kecil yang percaya bahwa pembangunan PLTN akan membawa peluang ekonomi, mungkin melalui layanan pendukung atau kegiatan industri lainnya. Namun, terdapat pula kelompok yang menolak karena khawatir dampak jangka panjang terhadap lingkungan lebih besar daripada keuntungan yang ditawarkan. Perpecahan ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur besar tidak hanya berhubungan dengan perubahan dalam ruang fisik, tetapi juga berpengaruh pada kohesi sosial dan interaksi antarwarga.


Pemerintah dan pengembang proyek perlu menyadari bahwa keberhasilan pembangunan PLTN bukan hanya mengenai teknologi dan konstruksi, tetapi juga terkait dengan penerimaan sosial. Masyarakat Batu Beriga menuntut adanya jaminan keselamatan yang nyata dan terdokumentasi. Mereka memerlukan bukti ilmiah yang jelas, mekanisme mitigasi risiko yang terdefinisi dengan baik, serta perlindungan hukum jika terjadi kerusakan lingkungan atau penurunan ekonomi. Proyek PLTN hanya bisa diterima apabila masyarakat merasa benar-benar aman dan dihargai sebagai pemilik ruang hidup.


Kekhawatiran yang muncul dari warga Batu Beriga sesungguhnya memberikan pelajaran berharga: pembangunan harus berfokus pada keberlanjutan dan keadilan. Pengembangan energi tidak boleh hanya dipandang dari perspektif nasional, tetapi juga dari sudut pandang lokal. Prinsip “tidak merugikan” harus menjadi dasar utama. PLTN mungkin menjadi pilihan energi masa depan, tetapi keuntungan tersebut tidak boleh dicapai dengan mengorbankan komunitas pesisir yang rentan.


Masyarakat Batu Beriga umumnya melihat proyek PLTN ini sebagai hal yang signifikan dengan dampak langsung pada kehidupan mereka.  Di satu sisi, ada peluang ekonomi dan pembangunan infrastruktur, tetapi masih ada banyak masalah yang belum terjawab, terutama tentang kelestarian laut, masa depan pekerjaan nelayan, ketidakjelasan informasi, dan risiko keselamatan.  Akibatnyat, masyarakat mengharapkan pemerintah tidak hanya memikirkan keuntungan nasional tetapi juga bagaimana proyek tersebut aman, adil, dan tidak membahayakan mereka. Masyarakat pada dasarnya menginginkan pembangunan yang mendukung kemajuan sambil mempertahankan lingkungan dan prospek masyarakat pesisir Batu Beriga.[]


Penulis :

Suci Aprilia, Annisa Aulia, Ririn Sintia dan Lisrina Yulianti (Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung)

×
Berita Terbaru Update