Notification

×

Iklan

Iklan

Setitik Tambang, Sejuta Tanggung Jawab Pelajar dan Masa Depan Hukum Pertambangan

Jumat, 21 November 2025 | November 21, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-21T13:49:30Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Priska Amelia (Foto/dok. pribadi)

Indonesia selalu dibicarakan sebagai negara yang kaya raya. Kekayaan itu tidak hanya tampak di permukaan bumi, tetapi jauh lebih banyak tersimpan di dalam tanah, di antara bebatuan, di kedalaman yang tidak bisa dilihat dengan pandangan biasa. Mineral, batu bara, nikel, timah, emas, dan berbagai sumber daya tambang lain telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi tambang terbesar di dunia.

 

Namun sebuah fakta yang jarang kita pikirkan dengan serius adalah bahwa setiap setitik mineral yang diambil dari bumi menyimpan konsekuensi yang jauh lebih besar daripada nilai ekonominya. Pertambangan bukan sekedar proses teknis mengambil kekayaan, tetapi juga menyangkut hukum, etika, lingkungan, bahkan masa depan bangsa. Persoalan pertambangan di Indonesia mencerminkan kompleksitas yang sangat tinggi.

 

Di satu sisi, pertambangan mendatangkan pendapatan negara, membuka lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, pertambangan juga menciptakan berbagai persoalan serius seperti kerusakan lingkungan, kawasan hutan yang habis ditebang, sungai yang berubah warna, lubang-lubang bekas tambang yang menelan korban jiwa, konflik antara perusahaan dan masyarakat adat, serta maraknya praktik pertambangan ilegal yang merampas hak negara sekaligus merusak ekosistem.

 

Ketika seluruh persoalan ini muncul, kita cenderung melihatnya sebagai urusan pemerintah atau para profesional di dunia tambang. Kita sering lupa bahwa dampaknya akan dirasakan oleh generasi muda yang hari ini masih duduk di bangku sekolah. Para pelajar adalah pewaris bumi yang sedang ditambang saat ini. Apa yang tersisa dari bumi di masa depan adalah apa yang hari ini dikelola dengan kesadaran atau justru dihancurkan oleh kelalaian manusia. Oleh karena itu, pelajar sesungguhnya memegang peran penting dalam membangun kesadaran hukum dan pengelolaan tambang yang bertanggung jawab.

 

Pelajar sebagai calon pemimpin masa depan harus memahami bahwa pertambangan bukan hanya tentang menggali tanah dan mengambil mineral. Pertambangan adalah tentang bagaimana manusia bertanggung jawab terhadap alam, terhadap peraturan negara, terhadap generasi berikutnya, dan terhadap martabat kemanusiaan itu sendiri.

 

Pengetahuan mengenai hukum pertambangan bukan sekadar milik para ahli hukum atau pengusaha, melainkan milik semua warga negara, termasuk pelajar yang suatu hari kelak akan berperan sebagai pembuat kebijakan, pengawas publik, atau bahkan pelaku usaha di sektor ini. Dalam konteks hukum, pelajar perlu memahami bahwa Indonesia telah memiliki aturan yang jelas melalui Undang-Undang Minerba dan berbagai peraturan lainnya.

 

Aturan tersebut mengatur bagaimana izin pertambangan diterbitkan, bagaimana lingkungan harus dilindungi, bagaimana masyarakat harus dilibatkan, serta bagaimana pelanggaran harus dikenai sanksi. Namun hukum hanya menjadi teks jika tidak dipahami dan dilaksanakan. Karena itulah literasi hukum menjadi sangat penting, terutama bagi generasi muda. Ketika pelajar memahami prinsip-prinsip dasar hukum pertambangan, mereka akan lebih peka terhadap berbagai persoalan yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

 

Mereka akan mampu melihat secara kritis, misalnya, apakah sebuah tambang beroperasi secara legal atau tidak, apakah reklamasi dilakukan dengan baik, apakah masyarakat sekitar mendapatkan manfaat, dan apakah lingkungan terlindungi. Lebih jauh lagi, pelajar perlu menumbuhkan kesadaran bahwa setiap kerusakan lingkungan akibat pertambangan bukanlah sesuatu yang dapat pulih begitu saja dalam hitungan tahun.

 

Kerusakan ekosistem bisa berdampak hingga puluhan bahkan ratusan tahun. Sungai yang tercemar tidak akan pulih hanya dalam hitungan hari. Hutan yang hilang membutuhkan puluhan tahun untuk kembali tumbuh. Lubang bekas tambang yang dibiarkan begitu saja dapat menjadi ancaman maut bagi manusia dan hewan. Ketika pelajar memahami ini, mereka akan menyadari bahwa tanggung jawab terhadap alam jauh lebih besar daripada sekadar mengikuti aturan. Tanggung jawab itu adalah bagian dari moralitas sebagai manusia yang hidup di bumi.

 

Kesadaran hukum juga membuat pelajar menjadi bagian dari pengawas sosial yang kritis. Dengan akses internet dan media sosial, pelajar memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi, melakukan kampanye lingkungan, dan mengajak teman-teman sebaya untuk memahami isu pertambangan. Mereka tidak harus menjadi pakar geologi atau insinyur tambang untuk turut berperan.

 

Mereka bisa memulai dari hal kecil misalnya membaca, bertanya, mengamati lingkungan, berdiskusi di sekolah, atau membuat konten edukatif yang membahas pentingnya pertambangan berizin, reklamasi lahan, dan penegakan hukum terhadap pelanggar. Kesadaran seperti ini bukan hanya membentuk pelajar yang cerdas, tetapi juga pelajar yang bertanggung jawab secara sosial dan ekologis. Mereka akan tumbuh menjadi generasi yang mampu menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.

 

Generasi yang tidak hanya berfokus pada keuntungan, tetapi juga pada keberlanjutan. Generasi yang memahami bahwa kekayaan alam adalah amanah yang harus dijaga, bukan dieksploitasi tanpa batas. “Setitik Tambang, Sejuta Tanggung Jawab” adalah gambaran bahwa persoalan pertambangan bukanlah persoalan kecil. Satu titik tanah yang digali membawa sejuta persoalan, sejuta pertimbangan, dan sejuta tanggung jawab.

 

Ketika hukum dilanggar, lingkungan rusak, dan masyarakat dirugikan, maka kita sedang menciptakan masa depan yang rapuh bagi generasi muda. Tetapi ketika hukum ditegakkan, izin dipatuhi, lingkungan dijaga, dan masyarakat diberdayakan, maka kita sedang menciptakan masa depan yang lebih kuat bagi negeri ini. Peran pelajar sangat menentukan karena mereka adalah generasi yang akan melanjutkan semuanya.

 

Jika sejak dini mereka ditanamkan kesadaran hukum, etika, dan kepedulian lingkungan, maka mereka akan tumbuh menjadi pemimpin yang memperhatikan aspek keberlanjutan dan keadilan dalam setiap kebijakan pertambangan. Mereka akan menjadi generasi yang mampu menjawab tantangan global, seperti perubahan iklim dan transisi energi, dengan lebih bijak dan bertanggung jawab. Dari sini para pelajar untuk tidak memandang pertambangan sebagai sesuatu yang jauh dari kehidupan mereka.

 

Pertambangan adalah bagian dari kehidupan kita semua. Dampaknya nyata, manfaatnya besar, namun risikonya juga besar. Karena itu, pelajar perlu menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar penonton. Kesadaran hukum pertambangan adalah langkah awal untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Dari setitik tambang, kita belajar bahwa tanggung jawab tidak hanya dimiliki oleh mereka yang menggali tanah, tetapi juga oleh mereka yang kelak akan mewarisi bumi ini.[]

 

Penulis :

Priska Amelia, Mahasiswa Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung 

×
Berita Terbaru Update