![]() |
| Foto (dok.pribdi) |
Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam, termasuk hasil tambang seperti timah, nikel, dan batu bara. Namun, kekayaan ini seringkali menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, sektor pertambangan dapat menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Di sisi lain, praktik tambang ilegal yang marak justru menimbulkan kerusakan lingkungan dan masalah sosial yang serius. Inilah yang menjadi fokus utama dalam Sosialisasi Hukum Pertambangan yang disusun oleh mahasiswa Kelas 5E di bawah bimbingan Bunga Permatasari, S.H., M.H.
Tambang Ilegal: Ancaman bagi Lingkungan dan Generasi Mendatang
Penambangan tanpa izin (ilegal) merupakan kejahatan lingkungan yang sering diabaikan. Aktivitas ini menyebabkan kerusakan lahan, erosi tanah, pencemaran air oleh logam berat, serta hilangnya ekosistem alami. Tidak hanya itu, tambang ilegal juga meningkatkan risiko banjir dan longsor, membuat lahan menjadi tidak produktif, serta menimbulkan dampak kesehatan bagi masyarakat sekitar.
Di Bangka Belitung, kasus pencemaran akibat tambang timah ilegal telah mengakibatkan ratusan hektar lahan pertanian rusak. Air sumur menjadi keruh dan beracun, sementara petani kehilangan sumber penghidupan. Fenomena ini menunjukkan betapa besar ancaman tambang ilegal terhadap keberlanjutan lingkungan dan ekonomi masyarakat.
Perbedaan Tambang Legal dan Ilegal
Secara sederhana, tambang legal beroperasi dengan izin resmi dari pemerintah dan mengikuti prosedur hukum serta standar keselamatan dan lingkungan. Pemerintah melakukan pengawasan berkala untuk memastikan kegiatan tambang tidak merusak alam.
Sebaliknya, tambang ilegal tidak memiliki izin, tidak memiliki dokumen pendukung, serta mengabaikan keselamatan pekerja dan kelestarian lingkungan. Motivasi utamanya hanyalah keuntungan cepat tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal menjadi keharusan mutlak.
Proses dan Persyaratan Izin Pertambangan
Untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP), perusahaan harus melalui tahapan administratif dan teknis yang ketat. Prosesnya dimulai dari pengajuan permohonan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), diikuti dengan verifikasi dokumen, survei lapangan, hingga penerbitan izin resmi yang berlaku antara 6–10 tahun.
Beberapa syarat utama meliputi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), bukti kepemilikan lahan, rencana teknis penambangan, serta konsultasi publik dengan masyarakat sekitar. Di Bangka Belitung, calon penambang juga wajib memperoleh izin lokasi dari bupati serta menyertakan akta pendirian perusahaan yang sah. Proses ini bukan hanya formalitas, tetapi bertujuan agar kegiatan tambang berlangsung secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Konsekuensi Hukum bagi Pelaku Tambang Ilegal
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara telah mengatur sanksi tegas bagi pelaku tambang ilegal. Pelanggar dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda miliaran rupiah. Selain itu, pemerintah dapat menutup operasional tambang, menyita aset, dan mewajibkan pelaku melakukan restorasi lingkungan dengan biaya sendiri—yang nilainya bisa mencapai miliaran rupiah.
Ketentuan ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat penghukum, tetapi juga sebagai mekanisme pemulihan lingkungan dan perlindungan terhadap hak masyarakat.
Peran Masyarakat dalam Pengawasan Pertambangan
Mengatasi tambang ilegal bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Masyarakat juga memiliki peran penting, terutama dalam hal pelaporan aktivitas ilegal, edukasi lingkungan, dan partisipasi dalam program restorasi lahan bekas tambang.
Melalui kesadaran kolektif, masyarakat dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian alam dan menegakkan keadilan lingkungan. Selain itu, dukungan terhadap penambang legal yang berizin juga perlu diperkuat. Pengusaha lokal dan UMKM harus diberi akses untuk memperoleh izin legal agar bisa berkontribusi pada ekonomi daerah tanpa merusak lingkungan.
Menuju Pertambangan yang Berkelanjutan
Pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan bukanlah dua hal yang saling bertentangan. Melalui regulasi yang ketat, transparansi perizinan, serta partisipasi aktif masyarakat, Indonesia—khususnya Bangka Belitung—dapat mewujudkan pertambangan yang berkeadilan, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Pilihan hari ini menentukan masa depan kita. Jika kita memilih menegakkan hukum dan menghentikan tambang ilegal, maka generasi mendatang masih akan menikmati udara bersih, tanah subur, dan sumber air yang lestari.[]
Penulis:
Aditya Prasetya, Aliani Kristi Liuis, Alin Deska, Irfan Fauzan, Muhamad Aksal Subandi, Rofi Waly Wardhany (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung)


