![]() |
Maurista (Foto/IST) |
Pengesahan revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) pada awal tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam upaya reformasi tata kelola BUMN di Indonesia. Salah satu aspek utama dalam revisi ini adalah penegasan bahwa kerugian yang dialami oleh BUMN tidak lagi dikategorikan sebagai kerugian negara. Meskipun keputusan ini memunculkan berbagai pandangan, saya meyakini bahwa langkah tersebut merupakan strategi yang tepat untuk mendorong peningkatan profesionalisme, efisiensi, serta akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN.
Mengapa Revisi Ini Penting?
Selama ini, BUMN kerap berada dalam posisi sulit antara menjalankan fungsi bisnis dan memikul tanggung jawab sosial-politik sebagai perpanjangan tangan negara. UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN telah menjadi dasar hukum yang digunakan selama lebih dari 20 tahun. Namun, dalam penerapannya, anggapan bahwa setiap kerugian BUMN otomatis dianggap sebagai kerugian negara telah menciptakan kekhawatiran dalam pengambilan risiko yang terukur (calculated risk), mempersempit ruang gerak manajemen, dan menghambat terobosan inovatif.
Melalui revisi terbaru, khususnya dalam Pasal 7A, kini terdapat pemisahan yang tegas antara kerugian sebagai konsekuensi bisnis dan kerugian negara sebagai bentuk pertanggungjawaban atas keuangan publik. Langkah ini bukan berarti menghilangkan tanggung jawab manajemen, tetapi justru membuka ruang agar pengambil kebijakan di BUMN dapat menjalankan fungsi bisnis secara profesional, selama tetap berpedoman pada prinsip business judgment rule.
Penerapan Business Judgment Rule dalam Konteks Hukum Indonesia
Konsep business judgment rule—yang selama ini lebih dikenal dalam sistem hukum korporasi negara-negara common law—telah diakomodasi secara substansial dalam revisi UU BUMN. Prinsip ini menegaskan bahwa selama direksi menjalankan tugasnya dengan itikad baik, penuh kehati-hatian, tanpa konflik kepentingan, dan berdasarkan pertimbangan yang rasional, maka mereka tidak dapat dikenakan tanggung jawab pidana maupun perdata atas kerugian yang timbul dari risiko bisnis yang wajar. Hal ini menjadi pembeda yang penting antara kesalahan manajerial (mismanagement) dan tindak pidana (criminal conduct). Jika sebelumnya seorang direksi dapat terancam sanksi pidana hanya karena kerugian akibat dinamika pasar atau keputusan bisnis yang keliru, kini hukum memberikan perlindungan bagi profesionalisme manajerial yang dilandasi niat baik dan pertimbangan yang masuk akal.
Implikasi Positif terhadap Tata Kelola BUMN
Revisi ini membuka peluang besar untuk memperkuat praktik good corporate governance. Dengan hilangnya bayang-bayang kriminalisasi, manajemen BUMN kini memiliki ruang yang lebih luas untuk menjalankan peran strategis secara berani dan inovatif. Orientasi kebijakan pun bergeser, dari sekadar kepatuhan administratif yang kaku menuju peningkatan kinerja, efisiensi, dan keberlanjutan bisnis. BUMN kini dapat lebih fokus dalam menghadapi tantangan global seperti persaingan di pasar bebas, akselerasi digital, dan tuntutan penerapan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance). Sektor-sektor strategis seperti energi, perbankan, dan logistik memiliki fleksibilitas yang lebih besar untuk beradaptasi dan mengambil langkah cepat tanpa selalu dikaitkan secara langsung dengan keuangan negara atas setiap keputusan bisnis yang diambil.
Perlunya Sistem Pengawasan yang Berimbang
Namun, perubahan ini bukan berarti pengawasan terhadap BUMN menjadi longgar atau diabaikan. Justru sebaliknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 14A hasil revisi, mekanisme pengawasan diperkuat melalui sistem pelaporan keuangan yang transparan, pengawasan internal yang profesional, dan evaluasi yang berbasis pada kinerja. Peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kementerian BUMN, serta lembaga pengawas lainnya tetap krusial, namun dalam kerangka pengawasan (oversight) yang konstruktif, bukan intervensi langsung (interference). Peluang manajemen untuk lebih leluasa jangan sampai menjadi pintu masuk bagi praktik kolusi atau penyimpangan. Karena itu, penerapan prinsip transparansi, audit independen, serta integritas sumber daya manusia BUMN harus menjadi komitmen yang tidak bisa ditawar.
Kritik dan Tantangan yang Patut Diwaspadai
Kritik terhadap revisi UU BUMN umumnya berakar pada kekhawatiran bahwa pemisahan antara kerugian negara dan kerugian BUMN bisa membuka celah bagi pelaku korupsi untuk lolos dari tanggung jawab hukum. Kekhawatiran ini memang wajar, namun dapat diatasi dengan membedakan secara tegas antara risiko bisnis yang wajar dan perbuatan yang melanggar hukum. Kerugian yang terjadi karena kesalahan analisis pasar, keputusan investasi yang didasarkan pada kajian profesional, atau fluktuasi nilai saham merupakan bagian dari dinamika usaha yang sah.
Ini jelas berbeda dengan kerugian yang ditimbulkan oleh praktik curang seperti mark-up pengadaan, suap, atau penyalahgunaan wewenang. Revisi UU BUMN tetap memuat ruang pertanggungjawaban hukum jika kerugian berasal dari tindakan melawan hukum. Tantangan lain yang tak kalah penting adalah transformasi budaya birokratis yang masih kuat di lingkungan BUMN. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan hukum dan pelatihan manajerial yang berkelanjutan agar seluruh elemen BUMN memahami dengan benar peran, batas kewenangan, dan tanggung jawab mereka dalam kerangka tata kelola yang lebih terbuka dan profesional.
Penutup: Momentum Perubahan Tata Kelola BUMN
Revisi UU BUMN merupakan langkah reformasi yang telah lama dinantikan. Perubahan ini bukan semata-mata soal pengertian kerugian, melainkan menyangkut pergeseran paradigma dalam memandang BUMN sebagai entitas korporasi yang harus dikelola secara profesional. Negara perlu menempatkan diri sebagai pemegang saham, bukan sebagai penguasa absolut yang mencampuri urusan operasional dan keputusan bisnis. Apabila dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas, revisi ini justru dapat menjadi pijakan bagi BUMN untuk tumbuh lebih mandiri, kompetitif, dan mampu bersaing di tingkat global. Ini adalah momentum strategis untuk memperkuat tata kelola sektor publik, sekaligus membangun kembali kepercayaan publik terhadap peran dan kinerja BUMN dalam perekonomian nasional.[]
Penulis :
Maurista, Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung