Notification

×

Iklan

Iklan

Belajar Pakai AI: Solusi Cerdas atau Jalan Pintas?

Jumat, 27 Juni 2025 | Juni 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-27T03:53:08Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

Kecerdasan Buatan Membantu Kita Belajar atau Menghambat Proses Berpikir?

 

Maraknya penggunaan kecerdasan buatan atau lebih sering dikenal dengan Artificial Intelligence (AI) kini telah semakin melekat ke dalam Gen-Z, terutama penggunaan mereka di bidang pendidikan.

 

Dari penulisan hingga penggunaan aplikasi pembelajaran yang adaptif, AI menjanjikan efisiensi dan personalisasi dalam proses pendidikan.

 

Namun, di tengah banyaknya nilai positif terhadap inovasi ini, timbulah sebuah kekhawatiran, apakah kecerdasan buatan sedang membantu kita belajar, atau justru membuat kita berhenti berpikir?

 

Tantangan dalam Penggunaan AI

 

Penggunaan AI dalam dunia pendidikan di Indonesia kini semakin meluas, tidak hanya dikalangan anak kuliahan, melainkan pada remaja-remaja Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.

 

Melalui survei yang dilakukan Tirto bersama Jakpat pada 2023, 86,21% pelajar di Indonesia menyatakan bahwa mereka menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas sekolah, mulai dari hanya mencari referensi jawaban hingga merangkum materi.

 

Hal ini dianggap sudah menjadi kebiasaan bagi siswa untuk bergantung pada AI.

 

Lebih lanjut, survei yang dilakukan oleh civitas akademika UIN Jakarta terhadap penggunaan AI mengungkapkan bahwa 95% responden percaya bahwa AI telah disalahgunakan di lingkungan pendidikan.

 

Tidak sedikit mahasiswa yang merasa khawatir juga bahwa AI dapat menurunkan kualitas berpikir kritis dan integritas akademik. Dan ternyata, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan terjadi secara global.

 

Berdasarkan survei dari Common Sense Media di Amerika Serikat pada tahun 2024, sekitar 70% remaja tercatat pernah menggunakan minimal satu alat AI generatif untuk membantu menyelesaikan tugas sekolah atau PR mereka.

 

Menanggapi fenomena ini, Alexa Borota, guru kelas 11 di Trenton Central High School, New Jersey, menyampaikan kekhawatirannya,

 

"AI dapat merusak kemampuan berpikir kritis siswa dan memperburuk daya konsentrasi mereka yang sudah terganggu akibat penggunaan smartphone," ujar Borota. (Axios, 30/05)

 

Pernyataan ini menekankan bahwa penggunaan AI yang tidak bijak dapat melemahkan kemampuan siswa dalam berpikir secara mendalam.

 

Platform AI seperti ChatGPT, Gemini AI, dan aplikasi belajar berbasis AI telah digunakan secara luas oleh pelajar dari berbagai jenjang. Platform tersebut dapat membantu menjawab soal, mencari jurnal, merangkum materi, menyederhanakan tulisan, bahkan memberikan feedback instan.

 

Tapi semua kemudahan ini menimbulkan satu pertanyaan penting, apa yang masih menjadi tugas siswa, dan apa yang "dilimpahkan" ke mesin?

 

Penggunaan AI dengan Bijak

 

AI memang dapat dijadikan alat bantu untuk belajar, seperti halnya dalam mendukung pemahaman konsep, membantu siswa dengan kebutuhan khusus, atau bahkan mampu menyesuaikan materi dengan kecepatan belajar masing-masing, dengan catatan ketika menggunakan AI secara bijak.

 

Akan tetapi, saat AI dijadikan sebagai sarana untuk mencontek atau mencari jalan pintas (shortcut) dalam menyelesaikan tugas, justru esensi dari pendidikan itu sendiri yang menjadi taruhannya.

 

Kini kita semua menyetujui pernyataan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam proses membangun karakter siswa dalam melatih untuk berpikir kritis dan belajar dari kesalahan. Teknologi secanggih apapun tidak bisa sepenuhnya menggantikan peranan tersebut.

 

Kalau siswa tidak diajak untuk memahami dan berdiskusi dari hasil yang mereka peroleh dari AI, mereka hanya belajar di permukaan saja, tanpa benar-benar mengerti isi materi tersebut.

 

Kebijakan dan Realita Sosial

 

Menanggapi fenomena AI di kalangan pelajar, beberapa institusi pendidikan membuat kebijakan baru. Seperti contohnya di Universitas Pamulang yang melarang mahasiswanya menyalin jawaban dari AI saat mengerjakan tugas e-learning, namun tetap mendorong mereka untuk menjawab dengan gaya bahasa mereka sendiri.

 

Sementara itu, ada juga lembaga pendidikan lain yang memilih untuk sepenuhnya membatasi penggunaan AI dalam proses pembelajaran.

 

Di sisi lain, sejumlah sekolah dan perguruan tinggi justru mengadopsi AI sebagai alat pendukung dalam peningkatan kualitas pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Binus University.

 

Perbedaan ini mencerminkan bahwa dunia pendidikan di Indonesia sedang mengalami perubahan besar.

 

Tantangan utamanya terletak pada kesenjangan akses terhadap teknologi dan perbedaan tingkat kemampuan digital di kalangan pelajar maupun tenaga pendidik, yang dapat menghambat pemanfaatan AI secara merata dan efektif dalam dunia pendidikan.

 

Jika tidak diimbangi dengan aturan dan pendampingan yang jelas, penggunaan AI justru bisa memperlebar kesenjangan dalam proses belajar.

 

Pendapat Pelajar dan Respons Publik

 

Sementara itu, dari sudut pandang pelajar, AI dipandang sebagai alat bantu yang praktis dan efisien, khususnya dalam membantu menyelesaikan berbagai tugas sekolah.

 

Akan tetapi, penggunaan AI hanya untuk sebagai sumber referensi awal yang bisa dipahami dan menjadi dasar untuk berpikir, bukan untuk disalin begitu saja.

 

Sikap ini mencerminkan kesadaran baru, bahwa teknologi sebaiknya digunakan sebagai pendukung, bukan pengganti proses belajar.

 

Kini, banyak ditemukan diskusi di internet bagaimana menggunakan AI yang bijak dan bertanggung jawab dalam bidang pendidikan.

 

Guru dan Dosen juga turut ambil andil untuk berbagi tips dan mengontrol siswanya agar tidak hanya menyalin, melainkan benar-benar belajar dari teknologi yang digunakan.

 

Kesimpulan

 

Artificial Intelligence merupakan peluang besar bagi dunia pendidikan, akan tetapi bisa juga menjadi tantangan yang besar.

 

Kita tidak bisa menolak kemajuan teknologi, tapi kita bisa menentukan arah penggunaannya.

 

Tidak perlu dengan melarang penuh untuk menggunakan AI, melainkan pendidikan yang terarah bagaimana penggunaan AI dengan bijak, etis, dan tetap menghargai proses belajar yang manusiawi.

 

Jika digunakan dengan kesadaran dan bimbingan yang tepat, AI bisa menjadi mitra belajar yang kuat, bukan pengganti, melainkan pendamping dalam perjalanan menjadi manusia yang berpikir dengan kritis.[] 

 

Penulis :

Indria Ramadinda, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang

×
Berita Terbaru Update