![]() |
Fathullah Mudzaki (Foto/dok. pribadi) |
Demokrasi bukan sekadar sebuah cara untuk memerintah, melainkan juga sebuah lingkungan yang memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk bersuara. Dalam konteks ini, peran kaum muda sangatlah krusial. Mereka bukan hanya sekadar penerus, tetapi juga bagian integral dari realitas saat ini—dari diskusi, keputusan, dan tindakan yang mengarahkan negara ini.
Sayangnya, di Indonesia, proses demokrasi sering kali diwarnai oleh pragmatisme politik, praktik politik uang, dan rendahnya pemahaman politik di kalangan masyarakat. Inilah saatnya bagi pemuda untuk mengambil tanggung jawab moral dan sosial yang signifikan: menjadi motor penggerak untuk mewujudkan demokrasi yang sehat, transparan, dan mengutamakan kepentingan rakyat.
1. Pemahaman Politik, Tugas Pertama Pemuda
Langkah awal yang seharusnya diambil oleh pemuda adalah meningkatkan pemahaman politik. Ini bukan hanya tentang mengenal nama-nama partai dan figur politik, tetapi juga tentang memahami secara mendalam bagaimana sistem politik berfungsi, apa hak dan tanggung jawab sebagai warga negara, serta bagaimana proses pembuatan kebijakan itu berjalan. Pemahaman ini sangat penting agar pemuda tidak mudah terjebak dalam narasi politik yang menipu.
Melalui platform media sosial, diskusi publik, hingga pertemuan komunitas, pemuda dapat berperan sebagai sumber informasi bagi masyarakat di sekitar mereka. Mereka yang berpengetahuan harus berbagi, bukan hanya terjebak dalam perdebatan di kolom komentar.
2. Menyongsong Keterlibatan dan Menolak Kebodohan
Banyak pemuda yang beranggapan bahwa politik itu kotor, lalu memilih untuk menjauh. Namun, menjauhkan diri justru memberi kesempatan lebih besar bagi mereka yang menyalahgunakan sistem. Demokrasi yang baik memerlukan partisipasi aktif dari semua segmen masyarakat, termasuk kaum muda.
Keterlibatan tidak selalu berarti harus mencalonkan diri dalam pemilu. Pemuda dapat bergabung dengan komunitas pemantau pemilu, menjadi relawan untuk edukasi politik, atau sekadar aktif mengangkat isu-isu penting melalui berbagai saluran. Dengan mengembangkan sikap kritis dan keberanian untuk menyampaikan kebenaran, kaum muda dapat mendorong terciptanya politik yang lebih beretika.
3. Menciptakan Budaya Diskusi, Bukan Perpecahan
Salah satu tantangan terbesar dalam demokrasi saat ini adalah adanya polarisasi. Orang yang memiliki pandangan berbeda sering dianggap sebagai musuh. Padahal, perbedaan seharusnya menjadi bagian dari demokrasi yang sehat. Pemuda harus menjadi pelopor budaya dialog yang produktif—berdebat dengan bukti, bukannya dengan kata-kata kasar.
Melalui komunitas di kampus, organisasi pemuda, dan ruang digital, pemuda dapat menghidupkan kembali semangat dialog yang sopan. Karena demokrasi tidak akan bertahan jika masyarakatnya tidak mampu saling mendengarkan.
4. Mengawasi dan Menyodorkan Solusi
Kritik itu sangat penting, namun menawarkan solusi tidak kalah mendasar. Pemuda tidak hanya perlu menunjuk kesalahan, tetapi juga harus memberikan ide-ide. Di sinilah kreativitas dan semangat muda sangat diperlukan. Pemuda dapat menyuguhkan gagasan-gagasan baru untuk kebijakan publik, inovasi dalam layanan publik, dan bahkan merancang konsep demokrasi digital yang lebih terbuka dan adil.
Melalui gerakan sosial, usaha sosial-politik, atau penelitian kebijakan, pemuda dapat menjadi pelopor dalam menawarkan alternatif terhadap sistem yang sedang berjalan.
Penutup
Pemuda adalah energi baru dalam struktur demokrasi. Ketika mereka memahami politik, berani bersuara, mau mendengarkan, dan siap bertindak, maka demokrasi akan tetap hidup dan berkembang ke arah yang lebih baik. Jangan menunggu hingga tua untuk peduli, karena masa depan bangsa ditentukan oleh pilihan dan tindakan kita saat ini.
Demokrasi tidak akan berubah hanya dengan satu suara, melainkan oleh seluruh suara yang bersatu—termasuk suara pemuda. Oleh karena itu, mari kita bersuara.[]
Penulis :
Fathullah Mudzaki, Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah Universitas Pamulang