![]() |
Foto/ILUSTRASI |
Buku Etika Politik karya Franz Magnis Suseno adalah salah satu buku penting yang ngajak kita mikir ulang soal politik. Di buku ini, Magnis Suseno nggak cuma ngebahas politik dari sisi kekuasaan atau jabatan semata, tapi lebih ke arah bagaimana seharusnya politik dijalankan dengan etika. Soalnya, dalam kenyataan yang sering kita lihat, politik sering cuma jadi ajang rebutan jabatan, tipu-tipu, atau cari untung sendiri. Padahal, politik yang sehat itu harus berdiri di atas nilai-nilai etika seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab.
Lewat buku ini, Magnis Suseno ingin bilang kalau politik itu sebenarnya nggak harus kotor, kalau dijalankan dengan etika yang benar, kekuasaan justru bisa jadi alat buat menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Politik dan etika itu kayak dua sisi mata uang nggak bisa dipisahkan. Kalau kekuasaan dijalankan tanpa etika, yang ada malah jadi bencana: rakyat kecewa, sistem hancur, dan pemimpin kehilangan kepercayaan.
Di awal buku, penulis ngajak kita buat mikir: sebenarnya politik itu apa sih? Jawabannya simpel tapi dalam politik lahir dari kebutuhan manusia buat hidup bareng secara tertib dan adil. Karena itulah dibentuk aturan, pemimpin, dan sistem. Tapi dalam praktiknya, banyak yang lupa diri setelah pegang jabatan. Janji waktu kampanye manis banget, tapi pas udah duduk di kursi empuk, semuanya hilang tanpa jejak. Pemimpin yang baik itu bukan cuma pandai bicara, tapi juga bisa jaga amanah dan nggak khianatin kepercayaan.
Yang menarik, isi buku ini ternyata bisa banget dikaitkan sama kehidupan di pondok pesantren. Misalnya soal pengurus santri. Mereka dipilih lewat musyawarah, dengan harapan bisa jadi contoh yang baik bagi teman-temannya. Tapi sering kejadian, pengurus yang terpilih cuma semangat di awal, banyak janji tapi kerja malas-malasan. Hal kayak gini nggak bisa dianggap sepele, karena sebenarnya udah masuk ke masalah etika dalam politik organisasi. Jabatan itu amanah, bukan cuma gelar atau gengsi.
Nah, biar makin dalam, kita juga bisa kaitkan isi buku ini sama teori keadilan sosial dari John Rawls. Rawls bilang kalau keadilan itu adalah nilai paling penting dalam lembaga sosial. Jadi, kalau ada organisasi entah itu negara atau sekadar pengurus pondok yang nggak dijalankan secara adil, maka lembaga itu udah gagal. Menurut Rawls, kekuasaan dan kesempatan itu termasuk bagian dari barang-barang sosial utama (primary social goods), yang seharusnya dibagi secara adil. Kalau jabatan cuma dijadiin ajang pamer atau malah disalahgunakan, berarti distribusi keadilan udah nggak berjalan.
Teori Rawls juga berbicara soal tanggung jawab. Siapa pun yang megang jabatan harus sadar kalau posisi itu membawa beban sosial dan moral, bukan cuma kebanggaan pribadi. Kalau kita lihat dari kacamata ini, pengurus pondok yang lalai itu sebenarnya bukan cuma melanggar aturan organisasi, tapi juga melanggar prinsip keadilan sosial. Mereka udah mengkhianati kepercayaan yang diberikan lewat musyawarah, dan membuat organisasi menjadi berhenti.
Selain itu, Rawls juga menekankan pentingnya otonomi dan kebebasan warga negara. Dalam konteks pondok, santri juga punya hak buat bersuara, mengkritik, bahkan menegur pengurus yang nggak jalan. Organisasi itu harus bisa terbuka terhadap masukan, supaya nggak jalan di tempat. Politik itu bukan cuma soal siapa yang duduk di atas, tapi gimana kekuasaan itu dipakai buat kebaikan bersama.
Jadi, kalau kita simpulkan, baik dari buku Etika Politik maupun teori John Rawls, semuanya mengarah ke satu pesan penting: politik itu harus dijalankan dengan etika dan rasa tanggung jawab. Di level mana pun, entah negara, kampus, atau pondok pesantren, politik yang sehat adalah politik yang adil, jujur, dan berpihak pada kebaikan bersama. Jabatan bukan buat pamer, tapi buat melayani. Dan siapa pun yang pegang amanah, harus siap buat kerja sungguh-sungguh, karena kalau etika hilang, kekuasaan bisa berubah jadi alat penindasan.[]
Penulis :
Tsalitsa Iasya Irfadana, Mahasiswi Fakultas Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Anwar Sarang, email : tsalitsaiasya4@gmail.com