2025 BTOB FAN-CON '3,2,1 GO! MELympic' in Jakarta (Dok. BTOBCOMPANY via X)
Budaya Korean Pop (K-Pop) kini berkembang menjadi fenomena yang menciptakan pengaruh besar dalam kehidupan sosial masyarakat, baik secara global maupun di dalam negeri sendiri, terutama untuk para generasi muda.
Proses masuk dan melekatnya budaya K-Pop dapat ditinjau melalui kacamata antropologi budaya, khususnya dalam konsep difusi budaya dan akulturasi.
Selain itu, fandom K-Pop yang berarti sekumpulan para penggemar K-Pop juga dapat disebut sebagai kelompok sosial yang memiliki sistem nilai, norma, dan interaksi internal yang khas.
Difusi budaya adalah penyebaran unsur budaya dari satu kelompok masyarakat ke kelompok lain. Dalam hal ini, budaya Korea Selatan menyebar ke Indonesia melalui media massa, internet, dan interaksi global.
Menurut Koentjaraningrat (2009), unsur budaya asing bisa diterima jika tidak bertentangan dengan nilai lokal dan bahkan memperkaya kehidupan masyarakat.
Inilah yang menjelaskan mengapa K-Pop mudah diterima oleh anak muda Indonesia, karena mereka mengagumi keterampilan para idol dalam bernyanyi dan menari serta penampilan yang menarik secara visual.
Setelah unsur budaya asing diterima, maka proses akulturasi terjadi. Akulturasi merupakan proses sosial di mana kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing dan unsur asing tersebut lambat laun melebur ke dalam kebudayaan asli tanpa menghilangkan kepribadian budaya tersebut. (Soerjono Soekanto, 1990)
Contoh dari akulturasi budaya K-Pop di Indonesia terlihat jelas dalam tren kuliner, seperti menjamurnya restoran yang menyajikan makanan Korea Selatan, seperti tteokbokki, ramyeon, dan kimchi yang kini diadaptasi dengan cita rasa lokal.
Tren fashion dan kecantikan juga berubah, dengan banyaknya remaja yang mengikuti gaya berpakaian, riasan wajah, dan gaya rambut ala artis Korea Selatan.
Namun pengaruh budaya ini tidak berhenti pada aspek konsumsi semata. Pengaruh budaya juga mendorong terbentuknya komunitas sosial bernama fandom, yaitu kelompok penggemar yang terorganisir.
Dalam konteks antropologi sosial, kelompok sosial adalah sekumpulan individu yang memiliki interaksi teratur, identitas bersama, serta struktur dan norma yang mengatur hubungan antar anggota.
Fandom K-Pop berfungsi bukan hanya sebagai ruang untuk mengekspresikan kecintaan terhadap idola, tetapi juga sebagai komunitas sosial yang membentuk pola interaksi dan solidaritas antar anggota.
Salah satu contohnya adalah komunitas Melody, penggemar dari boy group Korea Selatan, BTOB. Fandom ini memiliki struktur komunitas yang terorganisir, dengan pembagian peran seperti pengelola akun media sosial baik untuk komunitas penggemar grup secara umum maupun untuk komunitas khusus yang berfokus pada satu anggota tertentu.
Aktivitas mereka tak hanya terbatas pada menyebarkan informasi terkini tentang idola, tetapi juga menggelar berbagai kegiatan sosial dan budaya.
Di antaranya, menggalang dana untuk mendukung BTOB di acara musik saat perilisan lagu baru, menyelenggarakan birthday café event (acara kafe bertema ulang tahun untuk anggota grup), mengadakan event berkaraoke bersama, dan mengorganisir donasi bencana atas nama BTOB.
Dalam komunitas ini, terbentuk peran-peran seperti admin fanbase, desainer konten, koordinator donasi, koordinator event, dan sebagainya. Hal ini mencerminkan struktur sosial internal yang menyerupai organisasi masyarakat kecil.
Benedict Anderson (2006) menyebut komunitas semacam ini sebagai imagined community, yaitu komunitas yang dibayangkan karena anggotanya tidak saling mengenal secara langsung, namun merasa terhubung oleh simbol dan nilai bersama.
Dalam kasus fandom, keterikatan dibangun melalui identitas sebagai penggemar grup tertentu, penggunaan simbol seperti lightstick atau jargon fandom, serta antusiasme yang muncul saat merayakan momen tertentu bersama.
Dengan demikian, fandom K-Pop di Indonesia bukan hanya menunjukkan keberhasilan difusi dan akulturasi budaya Korea Selatan, tetapi juga menjadi cerminan gaya hidup dan cara bersosialisasi generasi masa kini.
Budaya K-Pop yang populer di Indonesia berperan sebagai medium pembentukan identitas, ruang ekspresi, dan bentuk solidaritas baru.
Sebagaimana dikatakan Koentjaraningrat, “Unsur budaya asing dapat diterima jika sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat lokal.”
Fandom K-Pop membuktikan bahwa budaya global dapat dipadukan secara kreatif dengan konteks lokal, menghasilkan fenomena sosial yang kaya makna bagi masyarakat Indonesia masa kini.[]
Penulis :
Indria Ramadinda, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang