Notification

×

Iklan

Iklan

Dampak Media Sosial terhadap Mental Anak Muda dan Solusinya

Minggu, 06 Juli 2025 | Juli 06, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-06T01:56:08Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Saskia Apriliyani (Foto/dok. pribadi)

Media sosial kini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi anak muda di jaman sekarang. Mereka tumbuh di  dalam lingkungan yang selalu terhubung dengan dunia luar melalui berbagai platform yaitu seperti Instagram, youtube, TikTok, X (Twitter), dan lain-lainnya. Meski media sosial menawarkan banyak manfaat seperti mudah berkomunikasi, hiburan, serta peluang berekspresi dan berkarya, dampak negatifnya terhadap kesehatan mental generasi muda tidak bisa kita abaikan begitu saja.

 

Salah satu dampak paling nyata adalah meningkatnya tekanan sosial. Anak muda sering kali merasa harus tampil sempurna di media sosial demi mendapatkan pengakuan dalam bentuk likes, followers, atau komentar positif. Ketika ekspektasi ini tidak terpenuhi, banyak dari mereka mengalami kekecewaan, rasa rendah diri, bahkan depresi. Kehidupan yang ditampilkan di media sosial sering kali tidak mencerminkan kenyataan, tetapi justru menghadirkan standar palsu tentang kebahagiaan, kesuksesan, dan kecantikan. Hal ini menciptakan rasa tidak puas terhadap diri sendiri dan hidup yang dijalani.

 

Lebih dari itu, media sosial juga dapat memperburuk perasaan kesepian. Meskipun tampak seperti menjalin banyak koneksi, nyatanya interaksi digital tidak selalu menghadirkan kedekatan emosional yang tulus. Banyak anak muda merasa kesepian meskipun mereka aktif di dunia maya. Mereka kehilangan makna dalam hubungan sosial yang sebenarnya, seperti percakapan tatap muka dan keintiman dalam hubungan nyata. Ini bisa berdampak pada perkembangan sosial dan emosional mereka.

 

Tingkat kecemasan dan gangguan tidur juga meningkat akibat penggunaan media sosial secara berlebihan. Waktu layar yang tinggi terutama di malam hari mengganggu pola tidur alami dan kualitas istirahat. Selain itu, kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain atau takut ketinggalan tren (FOMO - fear of missing out) membuat pikiran sulit tenang. Akibatnya, banyak remaja dan anak muda yang mengalami kelelahan mental dan emosional, yang jika tidak ditangani bisa mengganggu produktivitas dan kualitas hidup mereka.

 

Namun, bukan berarti media sosial harus dihapus sepenuhnya dari kehidupan anak muda. Yang dibutuhkan adalah edukasi dan pengawasan yang bijak dari berbagai pihak, mulai dari orang tua, guru, hingga pemerintah. Literasi digital harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agar anak muda mampu menggunakan media sosial secara sehat dan bertanggung jawab. Mereka harus diajarkan untuk membedakan antara realita dan citra digital, serta untuk menghargai diri sendiri tanpa harus membandingkan dengan orang lain.

 

Selain itu, penting bagi orang tua untuk membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak mereka. Ketika anak merasa aman dan dihargai di rumah, mereka akan lebih kuat secara mental untuk menghadapi tekanan dari luar. Aktivitas offline seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial di dunia nyata juga perlu ditingkatkan agar anak-anak tidak hanya bergantung pada validasi dari media sosial.

 

Pemerintah dan penyedia platform media sosial pun punya tanggung jawab besar. Mereka perlu menyediakan fitur yang membantu menjaga kesehatan mental pengguna, seperti pengingat waktu layar, penyaringan konten negatif, dan akses mudah ke layanan bantuan psikologis. Kampanye publik juga harus digalakkan untuk mengubah persepsi masyarakat tentang media sosial, dari yang semata-mata hiburan menjadi alat yang bisa digunakan untuk pertumbuhan pribadi dan sosial yang positif.

 

Kesimpulannya, media sosial bukanlah musuh, tetapi alat yang harus digunakan dengan bijak. Anak muda membutuhkan bimbingan, pendidikan, dan ruang yang aman agar mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang sehat, kuat, dan bijak dalam menghadapi tantangan zaman digital. Kita semua bertanggung jawab menciptakan ekosistem digital yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berempati dan mendukung kesehatan mental setiap penggunanya.[]

 

Penulis :

Saskia Apriliyani, mahasiswa Ilmu Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang

×
Berita Terbaru Update