Notification

×

Iklan

Iklan

Menyeimbangkan Hubungan dengan Allah dan Sesama: Sinergi Fiqh Ibadah dan Muamalah

Minggu, 06 Juli 2025 | Juli 06, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-06T01:48:33Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Ahmad Luky Hikmaludin (Foto/dok. pribadi)

Fiqh ibadah dan fiqh muamalah merupakan dua bagian penting dalam syariat Islam yang memiliki peran yang berbeda namun saling mendukung. Fiqh ibadah berfokus pada tata cara seorang hamba menjalin hubungan dengan Allah.

 

Sementara fiqh muamalah mengatur tata laku dan hubungan antar manusia dalam berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, ekonomi, dan budaya. Keseimbangan dalam memahami dan menerapkan keduanya sangat penting untuk membentuk pribadi dan masyarakat Muslim yang berkeadilan, beretika, dan hidup dalam harmoni.

 

Fiqh ibadah dan fiqh muamalah memiliki perbedaan utama dalam hal objek dan fokus pengaturannya. Fiqh ibadah mengatur tata cara pelaksanaan ibadah yang menghubungkan manusia secara langsung dengan Allah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan fiqh muamalah berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia dalam ranah sosial, ekonomi, dan budaya, seperti transaksi jual beli, perjanjian, pembagian warisan, serta norma pergaulan.

 

Meski ruang lingkupnya berbeda, keduanya bertemu pada tujuan yang sama, yakni mengatur kehidupan agar selaras dengan nilai-nilai Islam dan membentuk individu yang tidak hanya taat kepada Allah, tetapi juga adil dan bertanggung jawab dalam interaksi sosialnya.

 

Islam menekankan bahwa menjalankan ibadah kepada Allah dan memperlakukan sesama dengan baik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Apabila seorang Muslim hanya menekuni salah satunya, maka praktik keberagamaannya belum mencerminkan ajaran Islam secara utuh.

 

Di beberapa kesempatan, kita dapat melihat komunitas atau kelompok masyarakat yang sangat tekun menjalankan ibadah ritual seperti shalat, puasa, dan kewajiban ibadah lainnya dengan penuh keseriusan dan disiplin tinggi. Namun, di sisi lain, mereka kerap kali kurang menunjukkan penerapan nilai-nilai etika sosial seperti kejujuran, keadilan, empati, dan rasa tanggung jawab kepada sesama.

 

Situasi ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara dimensi spiritual dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, di mana pelaksanaan ibadah yang kuat belum sepenuhnya berbuah pada pengembangan sikap moral dan perilaku sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, meskipun kualitas dan kuantitas ibadah mereka terjaga dengan baik, efek positif dari ibadah tersebut terhadap hubungan antarmanusia dan kesejahteraan masyarakat secara umum masih belum optimal.

 

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita temui berbagai bentuk interaksi sosial dan ekonomi yang menyimpang dari aturan syariat Islam. Salah satu contohnya adalah praktik riba yang masih banyak terjadi di berbagai bidang keuangan dan perdagangan, meskipun Islam secara tegas melarangnya karena dapat menimbulkan ketidakadilan dan eksploitasi terhadap pihak-pihak tertentu.

 

Selain itu, penipuan dalam bisnis seperti memberikan informasi yang menyesatkan, manipulasi harga, atau menyembunyikan cacat produk juga merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip kejujuran dan amanah yang menjadi ajaran agama.

 

Ketidakadilan dalam muamalah ini juga tampak dalam bentuk diskriminasi, perlakuan tidak adil kepada pekerja, serta korupsi yang merusak tatanan sosial dan ekonomi. Praktik-praktik tersebut tidak hanya menghancurkan kepercayaan antarindividu dan masyarakat, tetapi juga menjauhkan umat dari nilai-nilai Islam yang sangat menekankan keadilan, kejujuran, dan kasih sayang dalam setiap aspek kehidupan.

 

Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya menjadi teladan utama dalam menjaga keseimbangan antara kewajiban beribadah kepada Allah dan membina hubungan sosial yang baik dengan sesama manusia. Dalam aktivitas sehari-harinya, beliau tidak hanya menitikberatkan pada pelaksanaan ibadah ritual seperti shalat dan puasa, tetapi juga sangat mengutamakan sikap adil, penuh kasih sayang, serta kejujuran dalam memperlakukan orang lain di setiap aspek kehidupan.

 

Untuk menciptakan masyarakat yang tidak sekadar mengenal Islam dari segi teks, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai ajaran Islam dalam aktivitas sehari-hari, dibutuhkan penguatan pemahaman Islam yang menyeluruh dan mendalam. Upaya ini harus dimulai dari institusi pendidikan formal, seperti sekolah dan universitas, serta diperluas ke masyarakat luas melalui berbagai kegiatan dakwah, pelatihan, dan penyuluhan.

 

Fiqh ibadah dan fiqh muamalah merupakan dua komponen utama dalam syariat Islam yang saling melengkapi dan wajib dijalankan secara seimbang. Fiqh ibadah mengatur hubungan manusia dengan Allah melalui pelaksanaan ibadah ritual, sementara fiqh muamalah mengatur hubungan sosial dan ekonomi antar sesama manusia. Keseimbangan keduanya menjadi dasar penting dalam membentuk pribadi Muslim yang tidak hanya taat secara spiritual, tetapi juga memiliki sikap adil, jujur, dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Ketidakseimbangan antara fiqh ibadah dan muamalah dapat menyebabkan lemahnya pengamalan nilai-nilai Islam secara menyeluruh. Oleh sebab itu, penguatan pemahaman Islam secara menyeluruh melalui pendidikan dan dakwah sangat penting agar masyarakat dapat mengaplikasikan ajaran Islam secara utuh, sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, adil, dan berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan syariat.[]

 

Penulis :

Ahmad Luky Hikmaludin, Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah Universitas Pamulang

×
Berita Terbaru Update