Notification

×

Iklan

Iklan

Saat Identitas Warga Negara Tak Lagi Diiringi Rasa Memiliki

Minggu, 06 Juli 2025 | Juli 06, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-06T07:05:58Z
abati parfum | Parfum Arab Terbaik

Foto/Ilustrasi

Di dalam setiap Kartu Tanda Penduduk, tertera identitas resmi yang mengikat seseorang sebagai bagian dari sebuah negara. Namun di balik status administratif itu, muncul pertanyaan penting: apakah seseorang benar-benar merasa memiliki negaranya, atau sekadar terdaftar sebagai warga tanpa rasa tanggung jawab sosial?

 

Pendidikan Kewarganegaraan sejatinya hadir untuk membentuk warga negara yang tidak hanya mengenal hak dan kewajiban, tetapi juga memiliki kesadaran kebangsaan. Menurut Winarno (2012), Pendidikan Kewarganegaraan bukan sekadar pembelajaran normatif, melainkan proses pembentukan karakter warga negara yang cerdas, aktif, dan bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Namun realitanya, banyak warga hari ini yang menuntut negara hadir dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi enggan memberikan kontribusi nyata. Tanggung jawab sosial semakin luntur, sementara individualisme dan apatisme tumbuh subur. Padahal dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

 

Sayangnya, semangat menjunjung hukum dan berpartisipasi secara aktif belum sepenuhnya tumbuh dalam kehidupan masyarakat. Gejala ini terlihat dari rendahnya kepedulian terhadap isu-isu publik, pelanggaran terhadap norma sosial, hingga penyebaran informasi bohong di media digital yang justru merusak nilai-nilai kebangsaan.

 

Rasa memiliki terhadap negara tidak cukup diukur dari atribut simbolik, seperti lagu kebangsaan atau upacara. Rasa itu muncul ketika warga peduli pada sesamanya, menjaga lingkungan sekitar, serta ikut menyuarakan keadilan sosial. Seperti dijelaskan oleh Kaelan (2007), nilai dasar Pancasila mengandung etika tanggung jawab yang mengarahkan individu untuk sadar terhadap hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa.

 

Dalam konteks ini, Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya tidak berhenti sebagai hafalan pasal atau doktrin semata, melainkan menjadi ruang refleksi: apakah kita sudah benar-benar menjadi bagian dari bangsa ini? Apakah kita hanya menuntut hak tanpa siap menjalankan tanggung jawab?

 

Negara yang kuat tidak cukup dibangun dengan hukum dan institusi, tetapi juga dengan rasa memiliki dari setiap warganya. Ketika identitas kewarganegaraan kembali diiringi oleh kesadaran sosial dan rasa tanggung jawab, maka bangsa ini akan bertumbuh — bukan hanya dalam angka, tetapi dalam nilai.[]

 

Penulis :

Satriya Chandra Wijaya, mahasiswa semester 2 Program Studi Ekonomi Syariah Universitas Pamulang

×
Berita Terbaru Update